Selasa, 22 Juli 2014

Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb

Pakai tautan "www.airbnb.com/c/akumalasari" untuk mendaftar Airbnb & dapatkan kupon $25

Ketika jalan-jalan ke Eropa bulan Juli lalu, kami menginap tujuh malam di Paris, di apartemen yang kami sewa dari Airbnb. Apartemen memang paling cocok untuk menginap bersama keluarga kalau lebih dari tiga malam. Selain tarifnya (untuk empat orang) lebih murah dari hotel, apartemen juga menyediakan dapur untuk memasak sehingga kami bisa menghemat anggaran makan.
 
Pernah mendengar tentang Airbnb? Layanan website ini memudahkan pemilik dan penyewa penginapan untuk melakukan transaksi. Airbnb berasal dari kata B&B atau bed and breakfast. Penginapan ala BnB biasanya kamar kosong ekstra yang disewakan pemiliknya untuk menginap dalam jangka pendek, berikut layanan sarapan. Di airbnb, tidak hanya kamar kosong yang disewakan, tapi bisa juga seluruh apartemen, studio atau bahkan rumah. Gampangannya, airbnb ini isinya perorangan yang menyewakan kamar atau apartemen ekstra, bukan profesional seperti pemilik motel atau hotel.

Lalu amankah menggunakan airbnb? Dari pengalaman saya, semuanya aman-aman saja. Anggota yang mendaftar di airbnb diverifikasi dengan berbagai macam identifikasi. Selain itu, pembayaran dilakukan dengan transaksi aman di websitenya, dana yang kita bayarkan akan dipegang oleh pihak airbnb, dan baru akan disampaikan ke pemilik penginapan setelah kita berhasil cek in di hari pertama.

1. Mendaftar
Cara mendaftar menjadi anggota airbnb gampang banget. Pertama, buka dulu website airbnb di sini. Lalu kita bisa sign up dengan tiga cara: facebook, akun gmail atau akun email lain. Paling gampang pilihan pertama. Dengan facebook, kita tidak perlu repot membuat nama akun dan password baru. Kita tinggal memasukkan email dan password FB seperti biasa dan klik log in. Nantinya Facebook akan meminta kita menyetujui menghubungkan app airbnb dengan akun facebook kita.



Nggak punya facebook? Daftarlah dengan email. Nanti airbnb akan mengirim email verifikasi. Setelah kita klik tautan verifikasi, maka akun airbnb kita sudah jadi. Penampakannya seperti ini.


Ketika kita klik dashboard (panel muka) dari dropdown nama akun kita, akan muncul halaman selamat datang, termasuk bonus kredit yang didapat sebesar $25 kalau mendaftar lewat tautan ini. Untuk mengubah bahasa dan mata uang, ada pilihan di pojok kiri bawah. Saya biasanya memakai bahasa Inggris karena terjemahan bahasa Indonesianya masih lucu :)

Setelah terdaftar, kita bisa langsung mencari-cari dan melihat penginapan yang tersedia. Airbnb ini bisa digunakan di seluruh dunia. Ketika mencari penginapan di Amsterdam dan Brussels, saya juga mengintip airbnb, sayangnya tidak ada yang cocok untuk menginap semalam dua malam. 

Tapi, bisa juga kita menahan diri dan melengkapi profil terlebih dahulu. Untuk menambah keamanan dan mencegah akun palsu, airbnb membuat macam-macam verifikasi. Antara lain dengan nomor ponsel, email, profil facebook dan linked in. Semakin banyak verifikasi kita, semakin dipercaya oleh anggota lain. Sebaiknya, akun facebook yang dijugakan juga nama asli. Kalau tidak ingin verifikasi sekarang, bisa dilakukan nanti ketika sudah siap memesan penginapan.

2. Mencari-cari penginapan
Bagian yang paling seru tentu browsing dan memilih penginapan. Meskipun rencana liburan masih lama, tidak ada salahnya melihat-lihat penginapan sekarang, sekalian untuk menghitung anggaran (budget). 

Untuk mencari penginapan, kita tinggal masukkan lokasi kota (misal: Paris), tanggal liburan (bisa dikosongkan atau diisi ngawur kalau belum punya tanggal pasti), dan tempat menginap untuk berapa orang (anak-anak dihitung, saya langsung isikan 4).

Nanti akan muncul tampilan seperti ini (klik untuk memperbesar). Di sebelah kiri adalah peta lokasi, di sebelah kanan adalah listing atau daftar penginapan yang tersedia. Kita bisa zoom in peta untuk melihat lebih jelas. Alamat yang ada di setiap listing belum alamat lengkap, sudah ada nama jalannya tapi belum ada nomornya. Setelah kita booking, baru kita diberi tahu alamat lengkapnya. Tapi melalui peta, kita sudah diberi ancer-ancer, penginapan tersebut ada di daerah mana.

Untuk mempersempit pencarian, gunakan filter atau saringan yang tersedia. Yang umum adalah kisaran harga. Batasi jumlah listing dengan harga sedikit di atas budget kita. Misal anggaran kita per malam 1 juta, gerakkan kursor kisaran harga sampai 1,5 juta. Selain itu kita bisa memilih tipe kamar: apakah seluruh apartemen, kamar pribadi (seperti kamar kos) atau kamar bersama. Untuk keluarga, saya sarankan memilih 'entire place' agar lebih punya privasi.

Filter lain boleh digunakan boleh tidak, tergantung kebutuhan kita. Saya sendiri menganggap akses internet penting, jadi saya centang wireless internet. Punya host yang bisa berbahasa Inggris juga penting karena saya tidak bisa berbahasa Perancis. Yang mahir menggunakan bahasa tarsan, filter ini tidak usah digunakan :)

Kalau tertarik pada suatu listing, tinggal klik saja untuk menampilkan profil properti tersebut. Berikut contoh listing yang akhirnya kami sewa di Paris: https://www.airbnb.com/rooms/1185329. Di profil properti kita bisa melihat foto-foto ruangan dan fasilitas apa saja yang tersedia. Kita juga bisa melihat harga per malam, biaya kebersihan dan apakah tambahan orang (biasanya mulai orang ketiga) dikenakan biaya. 



3. Memasukkan dalam wishlist
Kalau menemukan penginapan yang sreg, segera saja masukkan ke wishlist. Caranya dengan meng-klik tanda hati yang ada profil properti. Jangan takut terlalu banyak membuat wishlist, karena nanti tidak semua properti yang kita taksir tersedia pada tanggal yang kita perlukan. Wishlist ini sangat berguna untuk membandingkan satu properti dengan lainnya.

Sebelum menentukan pilihan, ada baiknya kita memberi catatan plus minus suatu penginapan. Yang perlu dipertimbangkan adalah:
- Lokasi. Di Paris, usahakan memilih penginapan yang dekat dengan stasiun metro. Paling jauh '5 menit' dari stasiun. Akan lebih baik kalau lokasinya dekat dengan salah satu atraksi wisata yang akan dikunjungi. Dalam kasus kami, apartemen yang kami sewa tinggal 7 menit jalan kaki ke Louvre.
- Review. Ada yang me-review artinya sudah ada yang pernah menginap di sini, artinya properti tersebut memang ada. Kita juga tahu sebaik apa layanan dari host dan apa kekurangan penginapan tersebut. Sebisa mungkin, hindari properti yang belum ada review-nya .
- Family friendly. Biasanya disebutkan di profil apakah mereka menerima anak-anak atau tidak.
- Harga total. Perhatikan biaya tambahan seperti biaya kebersihgan (cleaning service), biaya tambahan untuk orang ketiga (extra person) dan biaya servis airbnb (ini memang dibebankan ke semua penyewa, sekitar 10% dari harga total).
- Kebijakan Pembatalan. Cek apakah uang bisa kembali kalau pemesanan dibatalkan? Berapa persen yang bisa kembali? Biasanya service fee tidak bisa kembali. Apartemen yang kami sewa cancelation policy-nya moderate, artinya uang bisa kembali penuh kalau dibatalkan 5 hari sebelum hari H, kecuali service fee.
Selain itu semua, saya juga memilih penginapan yang ada koneksi internetnya dengan host yang bisa berbahasa Inggris agar komunikasi lancar.




4. Mengontak Host
Setelah menyortir pilihan penginapan dan mempunyai rencana yang jelas, saatnya melakukan aksi: mengontak host lewat layanan pesan dari website airbnb. Admin airbnb sendiri menyarankan kita mengontak host sebelum booking (memesan). Ini untuk memastikan ketersediaan penginapan di tanggal yang kita inginkan. Juga untuk berkenalan dengan tuan rumah. Kami (memakai akun Si Ayah) mengontak beberapa host sekaligus dari penginapan yang kami incar. Jangan takut mengirimkan pesan ke beberapa tuan rumah sekaligus, karena belum tentu tanggal yang kita inginkan tersedia. Ini juga disarankan oleh admin airbnb di laman "bantuan" mereka.

Message atau pesan sebaiknya berisi perkenalan singkat, alasan kunjungan kita ke kota tersebut, berapa orang yang akan menginap bersama kita, di tanggal berapa kita memerlukan penginapan tersebut. Dalam satu dua hari kami mendapat jawaban dari host, ada yang available ada yang tidak. Akhirnya setelah menimbang banyak faktor, kami memilih melakukan booking apartemen Julien.




5. Memesan (Booking)
Cara booking di airbnb sangat mudah. Setelah kita yakin dan bersedia membayar sesuai yang tertera, kita tinggal klik tombol Request to Book. Airbnb akan membawa kita ke halaman pembayaran. 

Pembayaran bisa dilakukan dengan kartu kredit, kartu debit atau paypal. Perhatikan bahwa ada service fee yang dikenakan oleh airbnb (semacam pajak) sebesar 10%. Coupon atau travel credit (yang bisa didapat jika mendaftar melalui tautan ini) juga otomatis sudah dimasukkan. Nantinya, kartu kredit kita akan ditagih seusai mata uang negara yang akan kita kunjungi, setelah tuan rumah menerima pesanan kita.

Untuk memasukkan nomor kartu yang digunakan untuk membayar, klik account setting >> payment methods >> add payment methods >> masukkan nomor kartu dan data lainnya >> klik Add Card. Kartu kredit yang diterima untuk pembayaran adalah visa, mastercard, amex dan discover. Kalau tidak punya kartu kredit, bisa pinjam punya orang lain. Saya memasukkan nomor kartu kredit punya suami di akun saya dan nggak masalah. Sementara untuk kartu debit, yang sudah saya coba masukkan dan diterima adalah kartu debit dari Permata Bank yang ada tulisannya VISA Electron. Kartu Debit dari Bank Mandiri ditolak. Coba aja deh semua kartu yang ada :)

Untuk menginap tujuh hari di Paris, kami membayar Rp 11.135.446 dengan kurs 1 Euro = Rp 16.745 (ouch!). Rata-rata tarif per malam untuk apartemen yang kami tinggali berempat adalah Rp 1.590.778 atau EUR 95.

6. Menerima Kwitansi dan Petunjuk
Begitu host menerima pesanan kita, airbnb akan mengirimkan itinerary dan kwitansi via email, yang bisa digunakan untuk mengajukan visa Schengen. Ya, saya memesan apartemen ini sebelum mendapat visa. Rencana kami di Paris sudah tetap dan kami juga sudah membeli tiket pesawat. Perhatikan bahwa di itinerary jelas tertulis penginapan untuk empat orang (meskipun tidak ada keterangan nama masing-masing). Ini harus ditunjukkan ketika mencari visa bahwa akomodasi untuk setiap anggota keluarga sudah terjamin.

Selain itinerary, kami juga mendapatkan alamat lengkap dan nomor telepon tuan rumah, sekaligus cara untuk mendapatkan kunci dll. Sebelum tanggal kita menginap, kita tetap bisa mengontak tuan rumah via telepon atau message di akun airbnb-nya.



Setelah booking kita beres, airbnb akan menawari kita untuk memberi tahu calon host yang lain, yang tadinya kita kontak untuk menanyakan ketersediaan penginapan mereka. Isi pesannya otomatis, kita tinggal memberi tanda centang saja: "Kami sudah mendapatkan penginapan, thanks ya." Agar mereka tidak merasa di-php-in gitu. Ada yang membalas dengan sopan dan ada yang cuek-cuek saja :D

 7. Menulis review
Setelah cek out dari apartemen, kita masih 'hutang' satu hal yaitu menulis review. Berikut review yang ditulis Si Ayah di laman profil penginapan yang kami sewa. Yang paling bawah, bukan yang di tengah.



Gampang kan caranya? Airbnb ini menjadi salah satu alternatif untuk mendapatkan penginapan murah dengan fasilitas seperti di rumah. Yang pengen mendapatkan travel credit alias diskon sebesar USD 25 (setara dengan Rp 300 ribuan, lumayan kan?) untuk penginapan airbnb pertamanya, sila daftar melalui tautan ini: www.airbnb.com/c/akumalasari. Yang belum perlu pun lebih baik daftar sekarang biar bisa browsing-browsing daydreaming sekalian membuat wishlist atau membuat proposal liburan untuk si penyandang dana :p

Yang masih kesulitan mendaftar atau pengen tanya hal-hal lain seputar airbnb, sila komentar di bawah ini ya. Review lengkap apartemen di Paris bisa dibaca di sini.

~ The Emak

Baca juga tulisan The Emak lainnya tentang perjalanan ke Eropa:
VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen

TRANSPORTASI
Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa
Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa
Terbang Ke Eropa Dengan Emirates
 
ITINERARY
Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!

PENGINAPAN
Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam


PACKING 
Tip Packing Ke Eropa

Rabu, 16 Juli 2014

Terbang Ke New Zealand Dengan Singapore Airlines

Pesawat SQ di bandara Christchurch
Disclaimer:
This trip is paid by Tourism New Zealand. 
But all opinions expressed by me are 100% authentic and written in my own words.

Sudah lama saya pengin naik Singapore Airlines alias SQ, tapi ya tidak pernah kesampaian wong duitnya hanya cukup untuk budget airline saja. Ketika Si Ayah dibayari naik SQ ke Washington DC awal tahun ini, saya iri banget. Tapi alhamdulillah, rezeki nggak kemana. Keinginan saya mencoba SQ akhirnya kesampaian juga, gratis pula.

Mungkin ada yang belum tahu, saya memenangkan lomba #NZFoto yang diadakan oleh @JPlusSunday dari Jakarta Post, disponsori oleh Tourism New Zealand (TNZ). Hadiahnya  jalan-jalan gratis ke New Zealand, terbang dengan Singapore Airlines. Wuih, rasanya seperti mimpi, bahkan sampai itinerary SQ mampir ke inbox email saya.
Itinerary SQ
Tiket gratisnya memang hanya dari Jakarta. Dari Surabaya ke Jakarta harus saya usahakan sendiri. Saya berangkat bersama seorang jurnalis Jakarta Post. Untuk ke Christchurch, kota di Pulau Selatan New Zealand, kami transit dulu di Changi. Ketika mendapat itinerary ini, saya sempat deg-deg-an, memang bisa tuh waktu transit hanya 55 menit? Padahal ini kan penerbangan internasional, beda terminal lagi. Tapi percaya deh, SQ sudah mengatur semuanya. Transit di Changi mulus-mulus saja tanpa kendala apa-apa. Nanti akan saya tulis tersendiri.

Saya tidak tahu berapa harga tiket gratisan saya ini. Tapi iseng-iseng saya cek di website SQ, harga tiket pesawat dari Jakarta ke Christchurch mulai dari USD 1.400-an. Begitu juga tiket dari Surabaya ke Christchurch via Singapura, harga kurang lebih sama. SQ juga melayani penerbangan ke Auckland (kota di Pulau Utara Selandia Baru) dengan tarif yang mirip. Enaknya naik SQ, dari Singapura bisa langsung terbang ke Christchurch (CHC) atau Auckland (AKL), tidak perlu transit dulu di Australia. Cara lain untuk menghindari transit di Australia adalah naik Malaysia Airlines yang punya penerbangan langsung dari Kuala Lumpur ke Auckland (mulai USD 1000).

Agar transfernya mulus di terminal yang sama, saya naik Garuda dari Surabaya, mendarat di Terminal 2 bandara Soekarno Hatta. Pelayanan cek in oke, bisa tiga jam sebelum keberangkatan. Bagasi saya langsung dikirim ke Christchurch nantinya. Nomor Krisflyer saya bisa langsung dicantumkan untuk mendapatkan poin, meski saya belum punya kartunya dan hanya mendaftar online. Pelayanan imigrasi juga lumayan bagus, banyak petugas sehingga antrenya tidak lama banget. Ada juga auto-gate untuk pemegang e-paspor. 

Terminal 2 memang lebih bagus daripada terminal 1 dan 3, meski tetap ada kekurangan sana-sini. Waktu itu gate saya diganti, tidak sesuai dengan yang tertulis di boarding pass. Pengumumannya hanya dengan secarik kertas yang sobek-sobek di depan lorong menuju gate. Tapi ruang tunggu boarding-nya cukup bagus kok. Kursi dan sofanya nyaman dan cukup untuk semua orang. Toiletnya bersih banget. Ada pojok baca dengan buku dan majalah yang disponsori oleh perusahaan asuransi. Tapi yang paling mengesankan bagi saya adalah sistem boarding menggunakan kartu warna-warni. Ketika memasuki ruang tunggu, kita dicek tiketnya, lalu diberi kartu boarding dengan warna tertentu, sesuai prioritas: merah, kuning, biru dan hijau. Ketika siap boarding, penumpang dipanggil sesuai warna kartunya, dan wajib menyerahkan kartu tersebut ke petugas. Dengan begini, orang nggak rebutan untuk masuk ke pesawat, karena warna lebih mudah diingat daripada nomor tempat duduk. Saya heran, mengapa sistem seperti ini tidak diberlakukan untuk penerbangan lain? Atau jangan-jangan, sistem antre dengan kartu berwarna ini hanya bisa diterapkan untuk orang-orang yang mampu bayar tiket SQ saja? :p

Boarding pass di T2 bandara Soekarno-Hatta
Boarding room di Changi Airport
Pesawat yang saya naiki adalah Boeing 777-200 dan 777-300 dengan urutan kursi ekonomi 3-3-3. Kursi ekonomi SQ ini cukup lebar dan yang ternyaman yang pernah saya coba, lebih nyaman dari Garuda atau Emirates. Posisi awal kursi sudah ter-recline sedikit, disainnya pas untuk postur tubuh orang Asia. Ditambah lagi di depan kursi ada pijakan kaki, sangat membantu untuk yang bertubuh mini seperti saya, agar kaki tidak menggantung :D

Sayangnya bagasi kabin di atas tempat duduk tidak bersahabat dengan tinggi tubuh saya. Jangankan meletakkan sendiri tas saya di atas, lha wong membukanya saja saya nggak bisa. Ora nyandak. Untung ada mbak-mbak pramugari aka Singapore Girls yang siap membantu. Ya memang ada gunanya syarat tinggi minimal untuk jadi pramugari. 

Saya rasa pramugari SQ ini paling cekatan dibanding pramugrari maskapai lain. Layanan sebelum take off, pemberian handuk hangat, pemberian snack, makanan dan minuman cukup efektif dan efisien. Makanan cepat datang ketika saya mulai lapar. Minum hangat teh atau kopi juga tidak perlu menunggu lama. Begitu juga ketika mengambil kembali nampan makanan, tidak grusah-grusuh dan membuat sampah berhamburan. Sip lah pokoknya. Tambahan lagi, menurut saya, mbak-mbak ini cantik-cantik banget je. Kecantikan paras Asia, gitu. Tentu saja sangat subyektif karena saya juga cewek Asia, menilai kecantikan berdasar ras sendiri :)

Dalam penerbangan dari Singapura ke Christchurch, ada series of unfortunate events, yang belakangan menjadi fortunate events alias berkah terselubung buat saya. Rekan seperjalanan saya mengalami kecelakaan di tol Jakarta. Alhamdulillah tidak parah, tapi membuatnya ketinggalan pesawat dari Jakarta ke Singapura. Di ruang tunggu di Changi, saya cemas, berharap dia bisa menyusul ke Singapura entah bagaimana caranya. Tapi sampai pesawat mau lepas landas, dia belum tampak. Alhasil, saya terbang solo sampai New Zealand. Penerbangan malam itu tidak terlalu ramai, dan saya seperti mendapat durian runtuh mendapatkan tiga kursi di barisan saya kosong semua. Dengan ukuran tubuh mini begini, saya bisa tidur nyaman seperti di flat bed. Duh, kelas ekonomi berasa first class :D

Suasana kabin dan Singapore Girl yang cekatan

My economy seat
Dari Singapore, saya harus terbang hampir 10 jam nonstop sampai ke Selandia Baru, melewati (kembali) Surabaya dan Australia. Enaknya penerbangan dengan full airline, bukan low-cost carrier, di pesawat ada hiburannya. Sistem hiburan di Singapore Airlines ini cukup bagus, tapi masih di bawah entertainment system di Emirates. Pilihan film-nya ada yang baru-baru, tapi masih kalah banyak dengan pilihan di Emirates. Setiap penumpang ekonomi mendapatkan layar pribadi di depan tempat duduknya, tapi sayang belum sistem touch screen. Kadang saya kesulitan memakai remote, untuk bolak-balik pilih program. Akhirnya setelah kenyang makan, saya cuma khusuk mendengarkan lagu saja, sampai terlelap. Dalam perjalanan pulang, saya sempat nonton satu film Korea yang cukup menghibur atas rekomendasi teman seperjalanan saya (yang alhamdulillah tidak ketinggalan pesawat lagi).

Oh, ya, ada amenities yang dibagikan ke penumpang untuk penerbangan SIN-CHC dan sebaliknya. Setiap penumpang mendapat kaos kaki, sikat gigi dan pasta gigi yang dikemas dalam kantung cantik. Lumayan lah :)

Goody bag berisi kaos kaki, sikat dan pasta gigi
Yang paling membuat saya semangat naik maskapai ini terus terang adalah makanannya. Kata Si Ayah, makanan di SQ biasa aja. Padahal menurut saya, makanannya enak, apalagi disajikan lengkap dari makanan pembuka sampai pencuci mulut. Plus ada roti dan butter! Oh, mentega, sudah lama saya tidak makan mentega dengan baik dan benar.

Untuk penerbangan jarak pendek seperti dari Jakarta ke Singapura yang cuma 1,5 jam saja, SQ tetap menyediakan makanan berat. Menu yang saya dapat adalah nasi ikan dengan sayuran, dilengkapi jus jeruk dan pencuci mulut. Hidangan ketika pulang juga hampir sama, hanya pencuci mulutnya saja yang berbeda. Oh, banana bread!

Dari Singapura ke Christchurch masuk ke penerbangan long haul dan melewati dua jam makan, sehingga saya mendapat makan malam dan sarapan. Makan malamnya kembali nasi dengan ikan (nggak masalah, enak kok), disajikan lengkap dengan ubarampenya. Saya sangat menikmati makan di pesawat yang minim turbulence dan tanpa gangguan dari Precils atau Si Ayah. Sangat khusyuk ibadah makan saya dimulai dari makan hidangan pembuka (salad yang segar-segar kecut), menyobek roti dan mengisinya dengan mentega dari New Zealand, lalu pelan-pelan menaburkan lada hitam di atas nasi. Hidangan utama saya kunyah pelan-pelan dengan sendok stainless (bukan sendok plastik!), sambil sesekali menyesap air mineral. Selesai makan, saya minta teh dengan susu untuk pengantar tidur. Cracker dan keju saya simpan untuk keadaan darurat tengah malam, haha. Sayangnya saya tidak bisa menikmati pencuci mulut es krim karena semua rasanya cokelat dan saya alergi cokelat, hiks. Tapi semua yang masuk perut tadi membuat saya tidur nyenyak sampai fajar menyingsing.

Waktunya sarapan! Ritual yang sama saya lakukan untuk menu sarapan kali ini: roti dengan mentega dulu, baru omelet dan hash brown (bukan perkedel ya), dan lanjut dengan irisan buah segar dan yoghurt. Muffin saya camil-camil setelah nampan dibereskan, sambil menikmati kopi pagi dengan susu, siap mendarat dengan perut kenyang dan wajah siaga di bandara Christchurch, hahaha.

Menu makan pulangnya tak kalah istimewa. Bagi yang belum pernah merasakan mentega, susu, keju dan daging domba New Zealand mungkin akan mengatakan saya melebih-lebihkan. Tapi itu lah yang saya rasakan. Semua jenis makanan produksi New Zealand jauh lebih enak daripada punya Australia (sorry!). Mungkin karena alamnya yang lebih murni ya?

Saya jadi membayangkan, kalau makanan di kelas ekonomi seenak ini, apa jadinya di kelas bisnis ya? Atau first class? Hohoho, saya catat dulu di Dream Book, semoga impian saya terkabul suatu saat nanti.

Sementara itu, monggo sila dicicipi, foto-fotonya :)
Camilan yang bisa dipesan setiap saat
Makan siang di penerbangan Jakarta - Singapura
Makan malam di penerbangan Singapura - Christchurch
Sarapan di penerbangan Singapura - Christchurch
Makan siang di penerbangan Christchurch - Singapura
Makan sore di penerbangan Christchurch - Singapura
Makan malam di penerbangan Singapura - Jakarta
~ The Emak

Baca juga:

Rabu, 18 Juni 2014

Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa

Tiket kereta ICE, dicetak di rumah
Saya dan Si Ayah tidak suka naik pesawat, ribet cek in, pemeriksaan sekuriti dan menunggu boarding. Ribetnya dikalikan dua kalau traveling dengan anak-anak. Karena itu, kami memilih moda transportasi kereta api untuk keliling Eropa. Harganya tidak selalu lebih murah, tapi lebih nyaman dan sama cepat dengan pesawat untuk jarak dekat.

Informasi tentang perkeretaapian di Eropa, bahkan di seluruh dunia tersedia lengkap di website Seat 61. Website yang dibuat oleh Mark Smith, pecinta kereta api ini, sangat mudah digunakan. Dari ini kita tahu kereta apa saja yang melayani rute yang akan kita perlukan nanti.  

Saya mulai browsing tiket kereta api setelah mendapatkan tiket pesawat ke Eropa. Rute, jadwal dan harga tiket kereta api penting untuk membuat itinerary. Sebenarnya, tiket kereta api bisa dibeli online sejak 3 bulan sebelum jadwal keberangkatan, sama seperti di Indonesia. Lebih awal membeli, harga lebih murah. Semakin mendekati tanggal keberangkatan, harga semakin mahal. Beli langsung (go show) di stasiun kereta akan mendapatkan harga termahal, sampai tiga kali lipat harga tiga bulan sebelumnya.

Saya sempat galau, haruskah membeli tiket kereta sebagai syarat pengajuan visa Schengen? Dari beberapa pengalaman travel blogger lain, ada yang bilang wajib melampirkan tiket pesawat/kereta antar negara Schengen yang akan dikunjungi. Namun ada juga yang tidak melampirkan tiket kereta api, dan tetap sukses mendapatkan visa. Dalam lembar itinerary yang kami lampirkan untuk visa, kami tulis dalam keterangan bahwa tiket kereta antar negara akan kami beli setelah mendapatkan visa. Begitu juga ketika diwawancara, dijawab seperti itu. Alhamdulillah, visa tetap lolos.

Tiket kereta saya beli setelah aplikasi visa diterima, sekitar satu bulan sebelum tanggal keberangkatan. Semua bisa dibeli online dengan kartu kredit, melalui website berikut:

1. SNCF untuk kereta dari dan ke Perancis
2. Thalys untuk kereta tujuan Paris, Brussels, Cologne, Amsterdam
3. Bahn untuk kereta dari dan ke Jerman
4. Capitaine Train untuk semua rute kereta di Eropa

Tiket kereta api di Eropa, berdasarkan fleksibilitasnya ada 3 macam. Tiket promo yang paling murah (no-flex) biasanya tidak bisa dikembalikan (non refundable) atau diubah jadwalnya. Tiket semi-flex bisa diubah jadwalnya atau dikembalikan dengan biaya tertentu. Tiket yang paling mahal sangat fleksibel, bisa diubah jadwalnya dan diuangkan kembali tanpa biaya apapun. Semua tiket yang saya beli termasuk yang harganya paling murah, non-flexible.

Berdasarkan kelasnya, kereta api di Eropa ada 2 macam: kelas 1 (comfort 1, alias eksekutif) dan kelas 2 (comfort 2, alias ekonomi). Tidak perlu ditanya lagi, semua tiket kami kelas 2, karena tempat duduk dan kenyamanan gerbong kelas 2 ini sudah setara kelas eksekutif kereta api Indonesia :)

Ada diskon khusus untuk anak-anak, remaja, pensiunan dan yang mempunyai railpass. Kami tidak memakai railpass karena keliling Eropanya hanya ke negara-negara dekat saja. Saya belum menghitung sih, bisa seberapa hematnya. Anak-anak di bawah 4 tahun bisa gratis naik kereta. Anak-anak antara 4-11 tahun memakai tarif anak, sementara remaja usia 12-25 juga mendapatkan diskon untuk remaja. Ada juga penawaran diskon untuk grup. Untungnya, kita tidak perlu repot-repot menghitung diskon ini, karena akan dilakukan otomatis ketika kita memasukkan usia penumpang di website pemesanan tiket. Kalau pergi dengan keluarga, mintalah tempat duduk 'family seating', nanti akan diberikan tempat duduk berdekatan. Kita bisa melihat tempat duduk kita di denah, tapi tidak bisa menggantinya.

Sebelum membeli tiket, saya mendaftar dulu kebutuhan kami. Hari pertama di Eropa, kami akan bermalam di rumah saudara di kota Lens, Perancis utara, kira-kira satu jam dari kota Lille. Saya mengecek rute kereta di website SNCF, ternyata kami perlu naik dua kereta, TGV dari airport CDG ke Lille, kemudian dilanjutkan dengan kereta regional TER dari Lille ke Lens. Untuk kereta regional seperti TER, tidak perlu membeli tiket terlebih dahulu karena harganya tetap dan tidak ada nomor tempat duduk. Karena itu kami hanya membeli tiket TGV.

Setelah semalam di Lens, kami akan langsung ke Brussels. Dari Lille ke Brussels, kami kembali naik TGV, hanya perlu 36 menit untuk melintasi batas negara Perancis menuju Brussels. Setelah semalam di Brussels, kami melanjutkan perjalanan ke Cologne, Jerman dengan kereta Thalys (1 jam 47 menit). Di Cologne, kami tidak menginap, hanya transit saja sekitar 3 jam untuk melihat-lihat Katedral Cologne yang terkenal itu. Rencananya, koper-koper akan kami titipkan di stasiun. Pada hari yang sama, kami akan melanjutkan perjalanan ke Amsterdam. Kali ini kami naik kereta ICE (2 jam 41 menit) yang bisa dipesan via website BAHN. Hanya menginap dua malam di Amsterdam, kami kembali ke Paris dengan kereta Thalys (3 jam 17 menit), yang tiketnya saya pesan di website resminya.

Cara memesan kereta di masing-masing website sangat mudah, mirip dengan memesan tiket kereta api di Indonesia. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Pilih layanan berbahasa Inggris, biasanya dengan mengklik gambar bendera di pojok kanan atas. Saya sendiri juga pusing kalau harus baca bahasa selain Inggris :)
2. Pilih negara asal: Indonesia atau kalau tidak ada pilihan, pilih "other countries"
3. Pastikan kita tahu nama stasiun asal dan stasiun tujuan (buka google map). Di beberapa negara, satu kota mempunyai dua nama dalam bahasa yang berbeda. Misal, Brussels juga dikenal sebagai Bruxelles. Cologne biasa disebut Köln. Stasiun Brussels untuk kereta dari wilayah Perancis adalah Brussels Midi, sementara stasiun Köln di dekat katedral adalah Köln Hbf. Untuk Amsterdam, kami turun di stasiun Amsterdam Centraal, dan di Paris, kami turun di stasiun Gare du Nord.
4. Cek harga tiket di beberapa website. Saya menemukan tiket kereta ICE lebih murah di website Bahn. Sementara harga tiket Thalys sama saja, di website resminya atau di SNCF.
5. Kadang website tertentu tidak bisa memroses booking dengan kartu kredit dari Indonesia. Coba booking di hari lain atau ganti booking di website lain. Saya berhasil memesan tiket TGV di website SNCF dari CDG ke Lille. Tapi begitu saya coba beli lagi dari Lille ke Brussels, website-nya tidak mau terima. Akhirnya saya booking via Capitaine Train.
6. Pilih 'cetak tiket di rumah'. Tiket yang dicetak sendiri ini tidak perlu ditukarkan dengan tiket asli. Nantinya cukup ditunjukkan ke petugas, disertai identitas.
7. Bila pilihan 'cetak tiket sendiri' tidak ada, pilih 'ambil tiket di mesin tiket/stasiun'. Kita akan mendapatkan nomor referensi yang bisa digunakan untuk mengambil tiket melalui mesin tiket di stasiun. Pembayaran dengan kartu kredit tetap dilakukan di website pemesanan.

Berikut adalah tiket yang saya booking online, dengan harga untuk berempat (2 dewasa, 1 remaja dan 1 anak) dan website pemesanannya. Semua dibayar dengan kartu kredit dari Indonesia.

# CDG Airport - Lille Europe, kereta TGV, €49.50, dipesan via web SNCF
# Lille Europe - Brussels Midi, kereta TGV, €72, dipesan via web Capitaine Train
# Brussels Midi - Köln Hbf, kereta Thalys, €69,50, dipesan via web Thalys
# Köln Hbf - Amsterdam Centraal, kereta ICE €77, dipesan via web Bahn
# Amsterdam Centraal - Paris Gare du Nord, kereta Thalys, €167,50, dipesan via web Thalys

Saya tidak membandingkan harga tiket kereta ini dengan tiket pesawat. Coba cek sendiri di website Skyscanner.
Ada yang pernah membeli tiket kereta keliling Eropa juga? Via website apa?

~ The Emak 

 

Baca juga:
#EUROTRIP
VISA
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


TRANSPORTASI
Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa
Terbang Ke Eropa Dengan Emirates
 
ITINERARY
Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!

PENGINAPAN
Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  

Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam


PACKING 
Tip Packing Ke Eropa

Senin, 16 Juni 2014

Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!


 
 
Skrinsyut website www.rome2rio.com

Bagi saya, merencanakan perjalanan adalah kesenangan tersendiri. Travel planning is half the fun. Apalagi ketika menyusun itinerary untuk perjalanan yang sudah saya impikan sejak dulu. Ke Eropa cuy!

Karena akan pergi sekeluarga, saya harus mengakomodasi keinginan masing-masing orang, yang tentu saja berbeda-beda. Yang jelas, kami akan ada di Paris minimal 4 hari, karena Si Ayah ada tugas presentasi paper, membawa nama Indonesia. Selanjutnya ke mana? Bisa saja sih kami hanya keliling-keliling seputar Paris dan di satu negara Perancis saja. Perancis yang besar itu tidak akan habis dijelajahi dalam waktu dua minggu. Tapi mosok sudah sampai ke Eropa cuma ngendon di satu negara? Rugi banget, apalagi sudah repot urus visa Schengen yang bisa dipakai di 26 negara. Tambahan lagi, Big A sudah pengin banget menambah koleksi negaranya.

Saya survey ke anggota keluarga. Si Ayah bilang ingin ke Swiss. Meskipun Si Ayah suka dengan wisata kota atau sejarah, dia lebih senang kalau bisa memotret pemandangan (landscape photography). Big A pengen ke Jerman, karena tugas akhirnya di kelas 6 tentang negara tersebut, jadi dia ingin sekali mampir ke sana untuk membuktikan apa yang sudah dia pelajari. Little A keinginannya sederhana: ingin ke Disneyland. Saya sendiri ingin ke Amsterdam, melihat-lihat kanal dan mencari jejak Hindia Belanda di sana.

Kalau jalan-jalannya ikut grup tur tentunya tidak perlu repot-repot mengurus itinerary, tinggal ikut saja apa jadwal yang ditawarkan mereka. Biasanya mereka menawarkan 12 hari keliling Eropa, mengunjungi 4-5 negara dengan bis wisata. Saya mengintip itinerary dua agen perjalanan untuk inspirasi. Itinerary Golden Rama 12 hari: Jakarta - Frankfurt (transit) - Roma - Pisa - Prato - Venice - Zurich - Mt Titlis - Lucerne - Paris - Brussels - Amsterdam - Frankfurt (transit) - Jakarta. Harga USD 2.428. Itinerary Dwi Daya 12 hari: Jakarta - Amsterdam - Paris - Dijon - Lucerne/Zurich - Mt Titlis - Lucerne/Zurich - Venice - Pisa - Rome - Jakarta. Harga USD 2.570. Harga keduanya belum termasuk visa. Duh, baca itinerarynya saja saya capek. Saudara kami pernah ikut tur semacam itu, memang bisa melihat dan mampir ke ikon-ikon penting di Eropa, tapi ya cuma sebentar-sebentar saja dan tidak puas. Saya juga membayangkan anak-anak tidak akan kuat dengan jadwal sepadat itu. Jalan-jalan dengan tur grup memang bukan gaya kami yang lebih suka slow traveling dengan menjelajah sendiri satu kota selama mungkin. Kekurangan tidak ikut tur, kemungkinan waktunya tidak efektif karena kalau mau molor-molor terserah kita, selain itu kemungkinan tersesat juga besar. Tapi itu lah asyiknya :D

Itinerary tak bisa dilepaskan dari biaya atau budget yang kita sediakan. Transportasi antar negara di Eropa dan transportasi lokal yang akan kita pakai sangat memengaruhi anggaran. Oh, iya, dari awal kami sudah tentukan Euro Trip kali ini hanya mengunjungi negara-negara dalam wilayah Schengen saja, tidak sampai mengunjungi London (Inggris) karena untuk ke sana memerlukan visa yang berbeda.

Setelah tahu kota mana saja yang akan kita kunjungi, langkah pertama yang saya lakukan adalah membuka Google Map. Really, google map is your best friend. And slow internet connection is your worst enemy. Untuk tahu moda transportasi dan biaya yang dibutuhkan untuk jalan dari satu kota ke kota lain, saya dibantu oleh website Rome2Rio. Website ini memberi gambaran kasar berapa jarak dari Paris ke Amsterdam, misalnya, dan moda transport apa saja yang bisa dipilih (kereta, bis, pesawat, sewa mobil, dll) beserta kisaran biayanya.

Saya dan Si Ayah benci naik pesawat terbang karena harus cek in awal dan melewati sekuriti. Tambah ribet kalau bawa-bawa koper besar. Dan lagi, biasanya bandara terletak di luar kota sehingga perlu biaya tambahan dari kota menuju bandara. Meski kadang harga tiket pesawat sedikit lebih mahal daripada naik kereta, kami tetap memilih naik kereta karena lebih nyaman bagi kami, dan sama cepatnya. Untuk membantu memilih kereta, saya mengandalkan website Seat 61 yang sangat lengkap membahas perkereta-apian di seluruh dunia. Dari website tersebut saya bisa tahu kereta-kereta apa saja yang melayani jalur yang saya inginkan. 

Kami sudah memutuskan membeli tiket Singapore - Paris (CDG), naik Emirates. Karena itu itinerary saya mulai dari Paris. Pada awalnya saya mengajukan rute klasik Paris - Brussels - Amsterdam saja, agar punya banyak waktu menjelajahi masing-masing kota. Untuk rute tersebut, kita cuma perlu satu jenis kereta saja, yaitu Thalys. Setelah saya amati lebih jauh, ternyata kereta Thalys juga melayani rute dari Brussels ke Cologne (Köln) di Jerman. Dan dari Cologne juga ada kereta ICE menuju Amsterdam. Akhirnya Cologne saya masukkan sebagai day trip.

Rupanya rute yang menurut saya sempurna ini tidak serta merta disetujui Si Ayah yang masih pengin melihat 'pemandangan' di Eropa, tidak cuma kota-kota saja. Si Ayah bahkan menanyakan mengapa saya pengin banget ke Amsterdam. Apa yang bisa dilihat di Amsterdam? Duh, sampai pengin nangis saya, hiks. 

Akhirnya saya membuatkan rute alternatif, Brussel dan Amsterdam saya ganti dengan kota-kota di Italia, melewati Swiss, kemudian baru ke Paris. Harga dan jadwal tiket pesawat saya cek di Skyscanner. Ternyata jatuhnya lebih mahal! Hahaha. Tentu saja Si Ayah pilih yang lebih murah. Saya bilang ke dia: Italia harus kita kunjungi sendiri, nanti kita road trip dari selatan ke utara. Swiss pun bisa kita tengok lain kali, lebih keren di musim dingin sambil main salju (pede banget, amin). Begitulah, akhirnya kami sepakat rute klasik tersebut, dengan moda transportasi kereta antar negara.

Rute kereta Thalys
Google Map is your best friend!
Ketika mengajukan visa Schengen, itinerary kami belum selesai. Saya dan Si Ayah masih bertengkar, berapa hari sebaiknya menginap di masing-masing kota. Kami juga punya rencana mengunjungi saudara di kota Lens (1 jam dari Lille). Untuk keperluan visa, kami menggunakan itineray simpel Paris - Lille (Perancis Utara) - Brussels - Paris. Akomodasi kami pesan online dari website booking.com yang bebas biaya pembatalan: 2 malam di Lille, 2 malam di Brussels. Akomodasi di Paris sudah pasti, kami pesan apartemen dari AirBnb untuk 7 malam dibayar di muka. Setelah mendapatkan visa, kami membatalkan pesanan hotel via website booking dot com, dan mulai membeli tiket kereta. Setelah mendapatkan tiket kereta, kami baru memesan akomodasi dengan harga terendah (tidak bisa dibatalkan). 

Berikut Itinerary lengkap kami:
Hari 1: Surabaya - Singapura - Dubai 
(AirAsia/SQ, Emirates, bermalam di pesawat)
Hari 2: Dubai - Paris CDG airport - Lille - Lens 
(Emirates, kereta TGV 1 jam, TER 45 menit, bermalam di rumah saudara)
Hari 3: Lens - Lille (kereta TER, 45 menit), Lille - Brussels (kereta TGV, 36 menit), bermalam di Novotel Grand Place)
Hari 4: Brussels - Cologne (kereta Thalys, 1 jam 47 menit), Cologne - Amsterdam (kereta ICE, 2 jam 41 menit), bermalam di Meininger Hotel)
Hari 5: Amsterdam 
(bermalam di Meininger Hotel)
Hari 6: Amsterdam - Paris
(kereta Thalys 3 jam 17 menit, bermalam di apartemen airbnb)
Hari 7 - Hari 12: Paris
(bermalam di apartemen airbnb)
Hari 13: Paris - Dubai 
(Emirates, bermalam di Dubai airport)
Hari 14: Dubai - Singapura - Surabaya
(Emirates, China Airlines)

Tip membeli tiket kereta antar negara di Eropa bisa dibaca di sini.

Ada yang pernah ke Eropa dengan keluarga? Pilih ke kota mana saja?

~ The Emak

 
Baca juga:
#EUROTRIP
VISAMengurus Visa Schengen Untuk Keluarga Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


TRANSPORTASI

Berburu Tiket Pesawat Murah ke EropaTip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa Terbang Ke Eropa Dengan Emirates
 
PENGINAPAN
Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  
Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam

PACKING Tip Packing Ke Eropa

Senin, 09 Juni 2014

Berburu Tiket Pesawat Murah ke Eropa

Berburu tiket pesawat ke Eropa tuh ngeri-ngeri sedap. Sedap karena akhirnya kesampaian juga liburan ke Eropa. Ngeri karena harganya!

Agar jadi yang pertama kali tahu kalau ada promo pesawat murah, saya follow semua akun maskapai yang terbang ke Eropa. Saya juga langganan nawala (newsletter) mereka. Rajin amat? Maklum, separuh pengangguran :D

Kalau terbang dari Jakarta pilihan maskapainya lebih banyak dan tiket pesawatnya pun bisa lebih murah daripada terbang dari kota-kota lain di Indonesia. Karena kami tinggal di Surabaya, kami harus memutuskan mau transit di mana. Bisa beli langsung Surabaya-Eropa atau beli ketengan tiket pesawat dari Jakarta, Singapura atau Kuala Lumpur. Nanti tiket yang dari Surabaya ke kota-kota tersebut beli sendiri. Kelemahan kalau ngeteng begini, bagasi harus diambil dan di-cek-in-kan lagi. Kelebihannya? Harganya lebih murah. Cocok untuk yang pengen berhemat. Repot dikit nggak papa.

Terbang ke Eropa enaknya naik apa? Kalau saya pengennya pesawat bagus, pelayanan oke, tapi harganya rumah. Saya ngintip website ini untuk tahu ranking maskapai penerbangan. Kalau bisa sih naik maskapai yang masuk Top 10 karena ini penerbangan long haul, bawa anak-anak lagi. Favorit saya tentu Garuda (tahun 2013 ranking 8). Bukan karena nasionalis, tapi karena makanannya enak (menurut lidah orang Indonesia ini) dan nanti poin GFF-nya bisa dipakai untuk penerbangan domestik. Kalau nggak dapat Garuda, ya maskapai-maskapai UEA: Emirates (1), Qatar Airways (2) dan Etihad (7). Naik Singapore Airlines (3) saya juga mau kok. Tapi kok pesimis duluan harga tiketnya nggak masuk dalam anggaran. Malaysia Airlines (14) pun saya nggak menolak, asal nemu tiket murah juga ke Kuala Lumpurnya. Kalau maskapai Eropa seperti Lufthansa (11), KLM (37) atau Air France (40), saya pasrah aja, lihat dulu apa harganya cocok.

Untuk cari-cari tiket murah via internet ini saya mengandalkan website Skyscanner Indonesia. Tinggal masukin kota asal, kota tujuan, tanggal pergi dan tanggal pulang, lalu klik tombol CARI. Dalam sekejap (kalau internetnya cepat) akan muncul ratusan alternatif tiket dengan berbagai kemungkinan rute dan maskapai. Sudah diurutkan berdasar harga termurah! *doi ngerti banget perasaan aku* Untuk tahu itinerary masing-masing, tinggal klik tombol Pilih, nanti akan muncul bandara untuk transfer, lama menunggu dan durasi penerbangan. Kita juga bisa mem-filter pencarian dari jumlah transit dan durasi penerbangan. Pilihan saya sih maksimal 2x transit dari Surabaya. Kalau sudah cocok harga dan itinerarynya, bisa beli langsung via agen online yang disarankan Skyscanner atau... cek dulu toko sebelah :D

Selain Skyscanner, saya juga membuka website KAYAK untuk mencari alternatif lain. Bagusnya, di Kayak kita bisa memilih tiket multi-city, misalnya berangkat dari Jakarta ke Amsterdam, lalu pulangnya lewat Paris. Di Skyscanner, sampai tulisan ini dibuat, belum tersedia pilihan multi-city. 

Tapi 'mainan' saya yang utama adalah app skyscanner mobile yang terpasang manis di iPhone. App ini keren karena bisa menyimpan pilihan penerbangan yang kita incar dan bisa kita intip-intip pergerakan harganya, naik atau turun. Benar-benar ngeri-ngeri syedap :p 

Saya mulai berburu tiket pesawat di bulan Maret, empat bulan sebelum keberangkatan, sebelum mengurus visa. Setelah tahu tanggal pasti acara Si Ayah, pencarian semakin giat. Acara Si Ayah mulai Selasa 8 - Sabtu 12 Juli. Jadi saya harus mencari sekitar tanggal tersebut. Idealnya, kami berangkat akhir pekan sebelum acara dan pulang 2-3 hari setelah acara. Saya cari dari berbagai kemungkinan bandara asal: SUB, CGK, SIN dan KUL dan dua kemungkinan bandara tujuan: CDG (Paris) dan AMS (Amsterdam). Tanggalnya juga macam-macam, berangkat Rabu, Kamis atau Jumat dan pulang Senin atau Selasa. Coba dihitung, ada berapa permutasi tuh? 

Beberapa penerbangan dengan harga dan jadwal yang cocok, saya pantau (klik gambar teropong di kiri bawah apps). Yang saya suka dari Skyscanner ID ini, harga sudah dalam rupiah, termasuk pajak. Jadi tidak perlu pusing lagi dengan kurs dolar ketika membandingkan. Kita bisa memilih penerbangan dengan berbagai maskapai yang berbeda, meskipun biasanya harga tiket pp untuk maskapai yang sama lebih murah.

Jadi, berapa harga tiket yang murah?
Menurut saya, tiket murah adalah tiket dengan harga tertinggi yang sanggup kita beli. Setuju nggak?

Harga tiket pesawat sangat tergantung tanggal penerbangan. Di high season, musim liburan berjamaah seperti liburan sekolah Juni-Juli, liburan akhir tahun (Desember-Januari) dan liburan paskah (awal April), harga tiket lebih mahal daripada bulan-bulan lain. Kalau pengen tiket murah, pergilah di bulan-bulan low season: Februari, Mei dan November. Harga tiket juga sangat tergantung nilai tukar rupiah terhadap dolar. Sekarang ini harga dolar Amerika melambung sampai Rp 12.000 per dolar. Jadi semurah-murahnya tiket sekarang, pasti lebih mahal daripada tiket beberapa tahun lalu sewaktu nilai tukar satu dolar hanya Rp 10.000. Budget saya untuk pembelian tiket Eropa ini maksimal Rp 12,5 juta per orang atau total Rp 50 juta untuk sekeluarga. Kalau lebih dari itu, biar Si Ayah berangkat sendiri saja :p


Kalau kita langganan nawala maskapai penerbangan, biasanya ditawari promo tiket menggunakan harga dalam dolar Amerika (USD). Sekitar bulan November tahun lalu ada promo Qatar Airways hanya USD 600-an, tapi untuk penerbangan segera (immediate travel). Harga segitu murah banget, tapi kalau harus pergi dalam 2-3 minggu ke depan, bagaimana ngurus visa-nya? Kalau ada tiket seharga USD 700-an pp dan tanggalnya cocok, langsung beli aja, hitungannya murah. Rentang harga USD 800-900-an untuk bulan Juli (high season) nggak murah banget, tapi sudah lumayan. Kalau kita menunda-nunda beli tiket dan sudah mepet waktunya, plus kurang beruntung, dapatnya ya di atas USD 1000.

Dari hasil search di Skyscanner, tiket pesawat ke Paris lebih murah daripada ke Amsterdam, untuk tanggal yang saya pilih. Tiket dari Singapura dan Kuala Lumpur lebih murah daripada tiket dari Jakarta, apalagi Surabaya. Tiket dari Surabaya berkisar Rp 16 juta per orang, naik Garuda dan Etihad. Sementara dari Jakarta Rp 14-15 juta per orang untuk bulan Juli, gabungan beberapa maskapai. Dari Kuala Lumpur atau Singapura sekitar Rp 9-11 juta, tapi kami harus menambah tiket sendiri dari Surabaya ke Singapura atau KL. Rata-rata harga murah saya dapatkan dari maskapai yang perlu transit 1 kali, terutama di Timur Tengah. Penerbangan nonstop ke Eropa harganya lebih mahal. Impian saya naik Singapore Air juga buyar karena harganya sampai 20 juta. 

Catatan penting untuk yang berencana membeli tiket ketengan: kita harus cek dulu harga tiket dari bandara asal. Dalam kasus saya, pilihan penerbangan dari Surabaya ke Singapura cukup banyak dan harganya lebih murah dari penerbangan ke KL yang hanya dilayani oleh Air Asia dan Lion. Saya sebenarnya juga lebih suka transit di Changi Airport daripada KLIA. Waktu itu saya menemukan tiket penerbangan dengan tanggal yang cocok dari KL ke Paris hanya 8,6 juta. Tapi ternyata penerbangan pulang dari KL ke Surabaya naik Air Asia untuk tanggal tersebut sampai 3 jutaan. Saya hampir tidak percaya, tapi nyatanya begitu. Mungkin ini tarif TKI pulang kampung?

Saya juga sarankan kalau harganya sudah cocok dan masuk range budget untuk segera membeli saja. Selama saya awasi di Skyscanner app, harga tiket pesawat jarang turun. Yang ada malah naik terus. Daripada nyesel, kan?
 

Kenapa nggak beli di agen saja? Saya juga bandingkan kok harga dari agen, yang bisa diintip secara online seperti NusaTrip dan Panorama. Tapi harganya nggak beda jauh dari yang ada di SkyScanner. Kalau harus menghubungi sendiri agen perjalanan, saya orangnya malas keluar rumah dan kurang cakap sabar berkomunikasi via telepon. Lagipula, handphone saya memang jarang ada pulsanya :D Tapi membeli via agen memang ada kelebihannya. Tiket bisa booking dulu tanpa harus membayar di muka untuk keperluan visa. Setelah visa dapat, baru dibayar. Yang saya tidak tahu, bisa nggak kita batalkan tiket dari agen setelah visa didapat kalau nemu tiket online yang lebih murah? Curang nggak kalau gini?

Setelah galau melihat pergerakan harga tiket, akhirnya saya atas persetujuan Si Ayah memilih naik Emirates dari Singapura menuju Paris, via Dubai. Kami pernah naik Emirates dari Christchurch NZ ke Sydney dan anak-anak suka banget dengan entertainment system dan hadiah dari mereka. Saya sendiri excited bakalan naik pesawat tingkat (hahaha) A380. Fyi, untuk penerbangan yang sama dari Jakarta, Emirates tidak menggunakan A380.

Harga tiket SIN-CDG yang saya beli SGD 979,9 per orang, atau sekitar USD 875. Kalau dirupiahkan menjadi Rp 10.446.715 per orang. Tiket untuk Little A lebih murah USD 100. Ada diskon tarif untuk anak-anak di bawah 12 tahun. Sayang banget Big A sudah di atas 12 tahun. Yang anaknya usia nanggung, mending cepet-cepet ke Eropa sebelum menginjak usia 12. Lumayan, hematnya sampai Rp 1,2 juta. Total tiket Emirates untuk sekeluarga (4 orang) = Rp 40.563.262.

Saya membeli tiket di website resmi Emirates dengan menggunakan kartu kredit Indonesia. Sebenarnya limit kartu kredit saya tidak cukup untuk membayar tiket seharga segitu. Untuk mengakalinya, saya 'membayar lebih' tagihan bulan berjalan sampai limitnya cukup. Misal, limit kredit 20 juta. Tagihan bulan ini 5 juta, pemakaian yang belum ditagih 5 juta, sehingga sisa limit 10 juta. Karena ingin punya limit minimal 40,6 juta, saya membayar tagihan sebesar 30,6 juta. *terbukti lagi kalau saya pinter matematika* Atau cara lain: kita bayar tagihan sebesar harga tiket pesawat (menabung di kartu kredit), sehingga masih ada sisa limit untuk keperluan lain.

Sementara untuk tiket ketengan SUB - SIN saya membeli tiket Air Asia untuk saya dan anak-anak. Total 3 tiket seharga Rp 887.000 tanpa bagasi. Si Ayah menggunakan poin Krisflyer-nya untuk membeli tiket SUB - SIN, jadi tinggal membayar pajak saja sebesar USD 41 atau Rp 489.123, sudah termasuk bagasi 30kg. Mengapa berangkatnya terpisah? Karena saya nggak kuat beli 4 tiket SQ :p Tiket pulang, kami barengan naik China Airlines dari Singapura ke Surabaya. Harga tiketnya SGD 128 atau Rp 1.251.700 per orang. Saya membeli online di website resmi China Airlines yang tidak begitu meyakinkan :p Catatan: kartu kredit yang digunakan untuk membayar, baik di website Emirates maupun China Airlines akan diverifikasi ketika cek in. Semua print online ticket ini saya lampirkan sebagai syarat pengajuan visa Schengen.

Total yang saya keluarkan untuk tiket dari Surabaya ke Paris untuk empat orang adalah Rp 46.946.185. Rata-rata per tiket sebesar Rp 11.736.546. *tarik napaaaas* 

Saya langsung lega sekaligus lemes setelah memencet tombol BUY. Ini belanjaan online saya yang paling mahal. Belum pernah saya keluar uang sampai segini. Kecuali DP KPR sih, tapi tetep aja...
 
Ada yang punya pengalaman membeli tiket pesawat ke Eropa? Lewat agen atau online? Kena berapa? Share di komentar ya :)

~ The Emak

Baca juga:
#EuroTrip
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 
Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen
Tip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa Terbang Ke Eropa Dengan Emirates  Pertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!
Tip Packing Ke Eropa

Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  

Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam

Kamis, 05 Juni 2014

Membeli Asuransi Perjalanan Untuk Visa Schengen


Asuransi perjalanan merupakan salah satu syarat untuk mengajukan Visa Schengen. Sebenarnya ini urusan gampang, karena kita bisa membeli online. Tapi... di kasus saya ada beberapa hal yang membuat saya galau dan ribet sendiri. Begini ceritanya.
Ketika kita mendaftar pengurusan visa Schengen di website TLS Contact (agen untuk kedutaan Perancis), kita diberi daftar perusahaan bonafid penyedia asuransi perjalanan. Tinggal pilih salah satu dari perusahaan tersebut, beli sesuai lama perjalanan kita dengan minimal coverage atau pertanggungan sebesar EUR 30.000 per orang.

Berikut daftar pilihan perusahaan asuransi perjalanan: ACA, AIA, ACE, Chartis, AXA, Wintherthur, Harta, Sinar Mas, Assist-Card GSA, Grasia Unisarana, Zurich Insurance, Asuransi Allianz, Mega Insurance, dan China Taiping.

Dari daftar tersebut, saya cek beberapa website perusahaan asuransi yang pernah saya dengar namanya. Hasilnya, hanya AXA yang punya fasilitas pembelian online. Sebenarnya bisa saja kita beli asuransi dengan mendatangi salah satu kantor perusahaan tersebut atau lewat travel agen besar. Tapi saya yang pemalas ini enggan meninggalkan kursi dan laptop tercinta :D Saya putuskan untuk membeli online di website AXA. Toh dulu pernah beli online juga ketika kami jalan-jalan ke Singapura, dan tidak ada masalah.

Masalah muncul ketika saya baca-baca rekomendasi orang di blog. Ada dua blog yang bilang bahwa untuk keluarga, kita sebaiknya membeli asuransi secara terpisah, bukan yang paket keluarga (family package), karena pertanggungan totalnya kurang dari EUR 30.000 per orang. Nah, daripada salah, saya menuruti saran dari dua blog tersebut. Saya beli asuransi individu untuk Si Ayah sebesar $43 atau setara Rp 498.327. Pembayaran online dengan kartu kredit.


Dulu, ketika saya membeli asuransi AXA untuk perjalanan ke Singapura (waktu itu untuk jaga-jaga karena ada kiriman kabut asap dari Indonesia), setelah membayar, saya dikirimi polis dalam bentuk file pdf via email. Tapi, ketika membeli asuransi untuk Schengen ini, hanya ada kiriman invoice di badan email, seperti email otomatis tanpa embel-embel ucapan apa-apa. Dan dikirim via akun gmail. Waduh, saya jadi curiga dan deg-deg-an kalau terkena scam atau apa, atau membeli di website yang salah. Mosok perusahaan sebesar itu kirim invoice via akun gmail? Piye iki kalau duit $43 saya melayang?

Karena ragu-ragu, saya tidak melanjutkan pembelian untuk keluarga. Saya kontak AXA via akun twitter-nya dan mendapat konfirmasi bahwa memang invoice dikirim via akun gmail (lhah!). Sekalian saya tanyakan apakah paket asuransi keluarga sudah bisa meng-cover syarat visa Schengen. Mereka bilang coverage untuk keluarga adalah dua kali coverage individu. Kalau untuk individu sebesar USD 100.000, berarti paket keluarga sebesar USD 200.000. Hal-hal seperti ini yang tidak saya temukan di website mereka. Ternyata aturan tertulis tersebut ada di keterangan polis yang file-nya harus diunduh terpisah. 

Saya mulai tanya-tanya teman di twitter, apa ada yang sudah punya pengalaman membeli asuransi perjalanan untuk keluarga. Beberapa jawaban yang masuk adalah: "Waduh, nggak ingat. Waktu itu diurus sama kantor." Duh, enaknya yang diurusin (dan dibayarin) sama kantor.


Karena masih ragu, saya gunakan cara tradisional, mengontak agen AXA di Surabaya via telepon. Setelah diyakinkan bahwa paket keluarga sesuai dengan syarat visa Schengen, saya minta asuransi individu Si Ayah di-upgrade ke asuransi keluarga. Ini melibatkan penanganan banyak agen AXA melalui email. Tapi pelayanan mereka bagus kok. Semua bisa diselesaikan dengan email dan pembayaran dilakukan dengan transfer e-banking. Mereka juga mengirimi saya saya polis pdf yang lebih wangun daripada invoice dari akun gmail. Beres tanpa harus keluar rumah.

Paket asuransi keluarga Platinum (pertanggungan 2x USD 100.000) untuk 14 hari perjalanan harganya $68. Karena saya sudah membeli paket individu sebesar $43, saya tinggal menambah $25 atau Rp 288.175. Bayangkan berapa kerugian saya akibat salah informasi tadi. Kalau membeli 4 paket individu, harus keluar uang 4x $43 = $172. Padahal sebenarnya cukup bayar $68. Selisihnya $104!
   
Maafkan saya yang terlalu pintar matematika ini.



Nah, dari pengalaman saya yang berliku-liku dalam membeli asuransi perjalanan ini, kalian bisa ambil pelajaran dan tip-nya. Untuk keluarga dengan anggota maksimal 4 orang, kita bisa membeli paket keluarga, tidak perlu membeli asuransi terpisah. Kalau dihitung-hitung, syarat coverage EUR 30.000 per orang setara dengan USD 40.250. Untuk keluarga dengan empat orang, kita perlu coverage setara dengan USD 161.000, sementara coverage paket platinum keluarga sebesar 2x USD 100.000. Masih masuk kan? *pinter* Untuk keluarga dengan anggota lebih dari 4 orang, mungkin perlu beli 1 asuransi individu dan 1 paket keluarga. Atau coba tanyakan saja solusinya ke agen ;)

Cara Membeli Asuransi Perjalanan Online
1. Buka website AXA --> http://www.axa-insurance.co.id/bhs

2. Klik BELI ONLINE Asuransi Perjalanan Smart Traveller
3. Pilih perjalanan satu kali
4. Masukkan tanggal berangkat dan tanggal kembali sesuai rencana perjalanan. Lama perjalanan menentukan harga.
5. Masukkan tujuan: Seluruh dunia termasuk negara-negara Schengen
6. Pilih jenis pengajuan: KELUARGA. Masukkan jumlah tertanggung: 4 (empat)
7. Pilih Premi Worldwide Platinum
8. Masukkan identitas masing-masing anggota keluarga
9. Lanjutkan ke pembayaran. Bisa dengan kartu kredit (visa/mastercard), transfer bank atau bayar di Alfamart.
10. Selesai. Cek email untuk mendapatkan invoice/polis.

Ketika kelengkapan asuransi kami diperiksa oleh petugas di TLS Contact, ternyata mereka tidak memerlukan keterangan pertanggungan polis dan dokumen lain. Mereka hanya perlu nomor polis kita yang sesuai dengan nama di paspor. Sebenarnya cukup dengan menunjukkan print invoice, nggak peduli dikirim dari email gmail atau apa, hahaha.

Ada yang punya pengalaman lain ketika membeli asuransi perjalanan? Share di komentar ya :)

~ The Emak

 
Baca juga:
#EuroTrip
Mengurus Visa Schengen Untuk Keluarga 

Berburu Tiket Pesawat Murah ke EropaTip Membeli Tiket Kereta Keliling Eropa Terbang Ke Eropa Dengan EmiratesPertama Kali ke Eropa? Ini Itinerarynya!
Tip Packing Ke Eropa

Mencari dan Memesan Penginapan dengan Airbnb  

Review Novotel Off Grand Place Brussels
Review Hotel Meininger Amsterdam